Selasa, 17 Januari 2012

Dalam Perangkap Sebuah Janji dan Ridlo Orang Tua



Kawan, kali ini saya ingin menceritakan kisah seorang akhwat, sebut saja namanya Aisyah-bukan nama asli, demi menjaga privacy sang akhwat. Izin untuk menjadikan kisahnya menjadi sebuah tulisan sudah saya dapatkan. Smoga bisa jadi pembelajaran bagi kita semua-
Hem..ini tentang jodoh. Yup, jodoh yang sedang dinantikan Aisyah. Usia Aisyah kini sudah tak bisa dibilang muda, meski juga belum tua-tua amat. Dan ia sadar sepenuhnya bahwa keinginan untuk mengakhiri masa lajang sudah sangat kuat dalam dirinya. Tentu bukan hanya karena nafsu semata, tapi keinginan untuk segera menggenapkan separuh dien, keinginan untuk lebih menjaga diri serta keinginan untuk membina sebuah keluarga islami.


Namun, tak mudah bagi Aisyah untuk menjalankan niat mulianya itu. Sebuah janji di masa lalu dan keridloaan orang tuanya membuatnya terperangkap, tak mampu melangkah. Padahal sejatinya ia ingin melangkah dan bergerak. Bukan hanya diam dan pasif dalam penantian. Yah, Aisyah pernah punya sebuah janji di masa lalu, saat dimana kepahamannya akan islam dan syariat masih sangat kecil. Kebodohan di masa lalu yang membuatnya mengucapkan janji dalam lisan dan diperkuat oleh hati kepada seorang ikhwan yang memintanya untuk menunggunya. Yup, menunggunya untuk menjemput dia ke pelaminan, suatu saat nanti yang entah tak tahu kapan itu akan terjadi. Janji yang ia ucapkan itu tentu tak mungkin tanpa ada alasan. Aisyah dan sang ikhwan saat itu sejatinya punya niat yang suci, mereka tak ingin terjatuh ke dalam lubang pergaulan yang di luar syariat islam. Namun, saat itu pernikahan belum bisa menjadi solusi terbaik bagi mereka, dan memutuskan untuk berpisah adalah keputusan terbaik yang mereka ambil saat itu. Meski sayang, karena perpisahan itu harus diikuti kata “Nantikanku di Batas Waktu” (hihi..kalo ini mah judul nasyid Edcoustic :p)

Detik berganti detik, menit berganti menit, hari berganti hari, dan tahun pun berganti tahun membuat Aisyah berhasil lepas dari perangkap janji di masa lalu. Bukan lepas, lebih tepatnya lupa. Segala aktivitas yang dijalaninya dan saudara-saudara baru yang selalu ada di sisinya cukup berhasil membuatnya tak mau mengingat-ingat janji bodoh itu. Bahkan, ia sadar bahwa janji seperti itu adalah sebuah kebodohan, karena jodoh itu ada di tangan Allah. Bukankah manusia tak pernah tau apa yang akan terjadi esok, lalu kenapa harus punya janji untuk sebuah masa depan yang ada dalam genggaman Allah. Yah, Aisyah terus bergerak menatap masa depannya tanpa mau terusik oleh masa lalu, ditambah puasa yang dijadikan perisai utamanya, saat itu Aisyah benar-benar BERHASIL!!!.

Tapi kawan, ternyata Aisyah salah. Saat itu ia memang benar-benar berhasil, tapi kini ia kembali ada di perangkap masa lalu itu dan diperparah oleh perangkap ridlo orang tua. Yup, saat Aisyah mulai mengazamkan diri untuk berikhtiar menjemput jodoh-Nya, sang orang tua justru lebih ridlo jika Aisyah berdampingan dengan sang ikhwan di masa lalu. Ah, tentu sungguh berat bagi Aisyah. Selama ini, dalam setiap mengambil keputusan, Aisyah tak pernah lupa menyertakan kedua orang tuanya, lebih utamanya lagi sang ibu. Aisyah tak pernah berani mengambil keputusan jika tak ada ridlo dari orang tuanya. Ia lebih memilih mundur dan mengambil pilihan lain hingga orang tuanya meridloi. Tapi untuk urusan ini?? Sungguh tak mudah bagi Aisyah. Melupakan masa lalu yang pernah memerangkap dirinya sungguh tak mudah, tapi kini dengan mudahnya ia terperangkap dalam hal yang sama. Dan hal itu benar-benar sukses membuat Aisyah hanya bisa diam di tempat, tak mampu melangkah.
Sempat ada seseorang yang menyatakan hendak meminang Aisyah. Laki-laki tersebut dengan tulus mengutarakan niat mulianya tersebut. Tapi, lagi-lagi Aisyah tak berani mengambil keputusan tanpa menyertakan kedua orang tuanya. “Ridlo Allah ada pada ridlo orang tua”, yah itulah yang selalu ia yakini dalam hatinya. Namun, seperti dugaan Aisyah, orang tuanya tak memberikan ridlo-Nya, dengan salah satu alasan yang mereka utarakan bahwa mereka masih mantap keyakinannya pada ikhwan di masa lalu itu. Meski disertai alasan-alasan lain. Aisyah mampu memahami alasan lain yang diberikan orang tuanya, tapi untuk alasan yang satu itu, Aisyah masih tak habis pikir. Beberapa orang sempat menawarkan untuk membantu Aisyah menjemput jodohnya dengan mencarikan ikhwan yang sesuai, salah satunya sang ustadzah Aisyah. Namun, lagi-lagi saat Aisyah bercerita bahwa ada orang-orang yang sedang membantunya, jawaban yang sama ia terima dari orang tuanya. Ah..kali ini Aisyah benar-benar terperangkap, tak mampu bergerak.
Kalau selamanya seperti itu, lalu kapan ia mampu bergerak. Sementara di sisi lain Aisyah sudah tak tahu dimana akhir dari janji bodoh itu. Setahu Aisyah, sang ikhwan juga sudah paham dengan janji bodoh itu dan memutuskan agar mereka berdua berjalan masing-masing dan melupakan janji itu. Yah, sempat beberapa kali sang ikhwan menanyakan kabar Aisyah, kapan Aisyah mau menikah dan bahkan ia juga sempat meminta izin untuk menikah terlebih dahulu jika Aisyah belum ada rencana untuk menikah dalam waktu dekat. Sebagai sahabat, tentu Aisyah merasa senang mendengarkan kabar dari sahabatnya itu. Em…sepertinya lebih tepat berusaha untuk senang. Kadang Aisyah juga berpikir, mungkin akan lebih baik juga kalo sang ikhwan itu segera menikah, karena dengan begitu orang tua Aisyah tak akan menjadikan kemantapan hati mereka kepada sang ikhwan sebagai alasan utama yang menghambat langkah Aisyah. Namun, sepertinya Allah masih belum memberi petunjuk-Nya.

Aisyah sudah kehabisan akal, bisa dibilang mati gaya gitu. Sepertinya sekarang ia lebih memilih  untuk bersabar menunggu skenario terbaik dari-Nya, sambil memikirkan ikhtiar terbaik apa lagi yang akan dilakukannya. Ia juga lebih menguatkan doanya pada Allah SWT, memohon agar ada secercah cahaya bagi perjalanan Aisyah menjemput jodohnya. Berharap ia segera lepas dari perangkap-perangkap itu. Entah bagaimanapun ending dari kisah Aisyah, ia tahu kalau itu pasti pilihan terbaik yang diberikan Allah untuknya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hem…kawanz… dari kisah Aisyah ini kita bisa belajar banyak hal. Buat para lelaki ni, jangan lah kalian sekali-sekali meminta wanita untuk nunggu kalian. Kasihan tau!!! Kalo emang dah siap nikah ya, silakan nikah aja, tapi kalo belum ya udah, akhiri hubungan tanpa harus ada kata “Nantikanku di Batas Waktu” sebagai embel-embelnya. Berpuasa, itu lebih bisa jadi solusi terbaik, seperti yang dilakukan Aisyah Sebagaimana hadist "“Wahai sekalian para pemuda barang siapa di antara kalian telah mampu baah (menikah dgn berbagai macam persiapannya) hendak menikah krn menikah lbh menundukan pandangan dan lbh menjaga kehormatan. Barang siapa yg belum mampu menikah hendaklah puasa krn puasa merupakan wijaa (pemutus syahwat) baginya.” HR. Bukhori (4/106) dan Muslim (no. 1400) dari Ibnu Masud"

Buat semuanya, lebih baik kita berhati-hati dalam mengucapkan janji kalo kita nggak yakin bener bakal bisa nepatin. Kayaknya harus mikir 1001 kali deh sebelum janji itu benar-benar terucap bahkan sampai terpatri di hati. Padahal janji itu, bukan sekedar hubungan antara dua orang yang terikat janji saja, tapi sama Allah juga. Astaghfirullah… Nah, kalo soal bagaimana Aisyah menghadapi orang tuanya, saya kurang tau benar apakah tindakan Aisyah ini bener ato tidak. Di sisi lain, Aisyah berusaha sekuat tenaga untuk selalu menyertakan ridlo orang tua setiap kali ia mengambil keputusan, termasuk urusan perjodohan. Prinsip yang diyakini Aisyah tentu saja benar bahwa “Ridlo Allah ada pada Ridlo orang tua”.  Tapi, mungkin bisa jadi kurang tepat jika Aisyah tidak pernah berdiskusi dengan kedua orang tuanya dan memberi penjelasan kepada kedua orang tuanya tentang bagaimana islam mengatur tentang pernikahan. Hem… entah apapun itu, kita doakan saja smoga Aisyah segera mendapat petunjuk yang terbaik dan segera terbebas dari perangkap-perangkap dalam hidupnya. Keep Spirit Aisyah ^^

4 komentar:

  1. hyum..hyum... :) semoga bisa belajar dari kisah tersebut dan mengambil kisahnyaa..
    karena cinta tak pernah meminta u/ menanti..
    t_t

    BalasHapus
  2. karena penantian membuka pintu-pintu setan, ah...
    karena cinta berani mengambil kesempatan, atau berani mempersilahkan...

    BalasHapus
  3. [Ania] Yup, smoga setiap kata yang tertulis bisa menjadi pembelajaran.. Smangat Menulis ^^

    [Anonim]Yup, Spakat!!!!

    BalasHapus
  4. salam gan ...
    menghadiahkan Pujian kepada orang di sekitar adalah awal investasi Kebahagiaan Anda...
    di tunggu kunjungan balik.nya gan !

    BalasHapus