Kawan, kali ini saya ingin
menceritakan kisah seorang akhwat, sebut saja namanya Aisyah-bukan nama asli,
demi menjaga privacy sang akhwat. Izin untuk menjadikan kisahnya menjadi sebuah
tulisan sudah saya dapatkan. Smoga bisa jadi pembelajaran bagi kita semua-
Hem..ini tentang jodoh. Yup,
jodoh yang sedang dinantikan Aisyah. Usia Aisyah kini sudah tak bisa dibilang
muda, meski juga belum tua-tua amat. Dan ia sadar sepenuhnya bahwa keinginan
untuk mengakhiri masa lajang sudah sangat kuat dalam dirinya. Tentu bukan hanya
karena nafsu semata, tapi keinginan untuk segera menggenapkan separuh dien,
keinginan untuk lebih menjaga diri serta keinginan untuk membina sebuah
keluarga islami.
Namun, tak mudah bagi Aisyah
untuk menjalankan niat mulianya itu. Sebuah janji di masa lalu dan keridloaan
orang tuanya membuatnya terperangkap, tak mampu melangkah. Padahal sejatinya ia
ingin melangkah dan bergerak. Bukan hanya diam dan pasif dalam penantian. Yah,
Aisyah pernah punya sebuah janji di masa lalu, saat dimana kepahamannya akan
islam dan syariat masih sangat kecil. Kebodohan di masa lalu yang membuatnya
mengucapkan janji dalam lisan dan diperkuat oleh hati kepada seorang ikhwan
yang memintanya untuk menunggunya. Yup, menunggunya untuk menjemput dia ke
pelaminan, suatu saat nanti yang entah tak tahu kapan itu akan terjadi. Janji
yang ia ucapkan itu tentu tak mungkin tanpa ada alasan. Aisyah dan sang ikhwan
saat itu sejatinya punya niat yang suci, mereka tak ingin terjatuh ke dalam
lubang pergaulan yang di luar syariat islam. Namun, saat itu pernikahan belum
bisa menjadi solusi terbaik bagi mereka, dan memutuskan untuk berpisah adalah
keputusan terbaik yang mereka ambil saat itu. Meski sayang, karena perpisahan
itu harus diikuti kata “Nantikanku di Batas Waktu” (hihi..kalo ini mah judul
nasyid Edcoustic :p)
Detik berganti detik, menit
berganti menit, hari berganti hari, dan tahun pun berganti tahun membuat Aisyah
berhasil lepas dari perangkap janji di masa lalu. Bukan lepas, lebih tepatnya
lupa. Segala aktivitas yang dijalaninya dan saudara-saudara baru yang selalu
ada di sisinya cukup berhasil membuatnya tak mau mengingat-ingat janji bodoh
itu. Bahkan, ia sadar bahwa janji seperti itu adalah sebuah kebodohan, karena
jodoh itu ada di tangan Allah. Bukankah manusia tak pernah tau apa yang akan
terjadi esok, lalu kenapa harus punya janji untuk sebuah masa depan yang ada
dalam genggaman Allah. Yah, Aisyah terus bergerak menatap masa depannya tanpa
mau terusik oleh masa lalu, ditambah puasa yang dijadikan perisai utamanya, saat itu Aisyah benar-benar BERHASIL!!!.
Tapi kawan, ternyata Aisyah
salah. Saat itu ia memang benar-benar berhasil, tapi kini ia kembali ada di
perangkap masa lalu itu dan diperparah oleh perangkap ridlo orang tua. Yup,
saat Aisyah mulai mengazamkan diri untuk berikhtiar menjemput jodoh-Nya, sang
orang tua justru lebih ridlo jika Aisyah berdampingan dengan sang ikhwan di
masa lalu. Ah, tentu sungguh berat bagi Aisyah. Selama ini, dalam setiap
mengambil keputusan, Aisyah tak pernah lupa menyertakan kedua orang tuanya,
lebih utamanya lagi sang ibu. Aisyah tak pernah berani mengambil keputusan jika
tak ada ridlo dari orang tuanya. Ia lebih memilih mundur dan mengambil pilihan
lain hingga orang tuanya meridloi. Tapi untuk urusan ini?? Sungguh tak mudah
bagi Aisyah. Melupakan masa lalu yang pernah memerangkap dirinya sungguh tak
mudah, tapi kini dengan mudahnya ia terperangkap dalam hal yang sama. Dan hal
itu benar-benar sukses membuat Aisyah hanya bisa diam di tempat, tak mampu
melangkah.
Sempat ada seseorang yang menyatakan
hendak meminang Aisyah. Laki-laki tersebut dengan tulus mengutarakan niat
mulianya tersebut. Tapi, lagi-lagi Aisyah tak berani mengambil keputusan tanpa
menyertakan kedua orang tuanya. “Ridlo Allah ada pada ridlo orang tua”, yah
itulah yang selalu ia yakini dalam hatinya. Namun, seperti dugaan Aisyah, orang
tuanya tak memberikan ridlo-Nya, dengan salah satu alasan yang mereka utarakan
bahwa mereka masih mantap keyakinannya pada ikhwan di masa lalu itu. Meski
disertai alasan-alasan lain. Aisyah mampu memahami alasan lain yang diberikan
orang tuanya, tapi untuk alasan yang satu itu, Aisyah masih tak habis pikir. Beberapa
orang sempat menawarkan untuk membantu Aisyah menjemput jodohnya dengan
mencarikan ikhwan yang sesuai, salah satunya sang ustadzah Aisyah. Namun,
lagi-lagi saat Aisyah bercerita bahwa ada orang-orang yang sedang membantunya,
jawaban yang sama ia terima dari orang tuanya. Ah..kali ini Aisyah benar-benar
terperangkap, tak mampu bergerak.
Kalau selamanya seperti itu, lalu
kapan ia mampu bergerak. Sementara di sisi lain Aisyah sudah tak tahu dimana
akhir dari janji bodoh itu. Setahu Aisyah, sang ikhwan juga sudah paham dengan
janji bodoh itu dan memutuskan agar mereka berdua berjalan masing-masing dan
melupakan janji itu. Yah, sempat beberapa kali sang ikhwan menanyakan kabar
Aisyah, kapan Aisyah mau menikah dan bahkan ia juga sempat meminta izin untuk menikah
terlebih dahulu jika Aisyah belum ada rencana untuk menikah dalam waktu dekat.
Sebagai sahabat, tentu Aisyah merasa senang mendengarkan kabar dari sahabatnya
itu. Em…sepertinya lebih tepat berusaha untuk senang. Kadang Aisyah juga berpikir,
mungkin akan lebih baik juga kalo sang ikhwan itu segera menikah, karena dengan
begitu orang tua Aisyah tak akan menjadikan kemantapan hati mereka kepada sang
ikhwan sebagai alasan utama yang menghambat langkah Aisyah. Namun, sepertinya
Allah masih belum memberi petunjuk-Nya.
Aisyah
sudah kehabisan akal, bisa dibilang mati gaya gitu. Sepertinya sekarang ia
lebih memilih untuk bersabar menunggu
skenario terbaik dari-Nya, sambil memikirkan ikhtiar terbaik apa lagi yang akan
dilakukannya. Ia juga lebih menguatkan doanya pada Allah SWT, memohon agar ada
secercah cahaya bagi perjalanan Aisyah menjemput jodohnya. Berharap ia segera
lepas dari perangkap-perangkap itu. Entah bagaimanapun ending dari kisah
Aisyah, ia tahu kalau itu pasti pilihan terbaik yang diberikan Allah untuknya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hem…kawanz… dari kisah Aisyah ini
kita bisa belajar banyak hal. Buat para lelaki ni, jangan lah kalian
sekali-sekali meminta wanita untuk nunggu kalian. Kasihan tau!!! Kalo emang dah
siap nikah ya, silakan nikah aja, tapi kalo belum ya udah, akhiri hubungan
tanpa harus ada kata “Nantikanku di Batas Waktu” sebagai embel-embelnya. Berpuasa, itu lebih bisa jadi solusi terbaik, seperti yang dilakukan Aisyah Sebagaimana hadist "“Wahai sekalian para pemuda barang siapa di antara kalian telah mampu
baah (menikah dgn berbagai macam persiapannya) hendak menikah krn
menikah lbh menundukan pandangan dan lbh menjaga kehormatan. Barang
siapa yg belum mampu menikah hendaklah puasa krn puasa merupakan wijaa
(pemutus syahwat) baginya.” HR. Bukhori (4/106) dan Muslim (no. 1400) dari Ibnu Masud"
Buat
semuanya, lebih baik kita berhati-hati dalam mengucapkan janji kalo kita nggak
yakin bener bakal bisa nepatin. Kayaknya harus mikir 1001 kali deh sebelum
janji itu benar-benar terucap bahkan sampai terpatri di hati. Padahal janji
itu, bukan sekedar hubungan antara dua orang yang terikat janji saja, tapi sama
Allah juga. Astaghfirullah… Nah, kalo soal bagaimana Aisyah menghadapi orang
tuanya, saya kurang tau benar apakah tindakan Aisyah ini bener ato tidak. Di
sisi lain, Aisyah berusaha sekuat tenaga untuk selalu menyertakan ridlo orang
tua setiap kali ia mengambil keputusan, termasuk urusan perjodohan. Prinsip
yang diyakini Aisyah tentu saja benar bahwa “Ridlo Allah ada pada Ridlo orang
tua”. Tapi, mungkin bisa jadi kurang
tepat jika Aisyah tidak pernah berdiskusi dengan kedua orang tuanya dan memberi
penjelasan kepada kedua orang tuanya tentang bagaimana islam mengatur tentang
pernikahan. Hem… entah apapun itu, kita doakan saja smoga Aisyah segera
mendapat petunjuk yang terbaik dan segera terbebas dari perangkap-perangkap
dalam hidupnya. Keep Spirit Aisyah ^^
hyum..hyum... :) semoga bisa belajar dari kisah tersebut dan mengambil kisahnyaa..
BalasHapuskarena cinta tak pernah meminta u/ menanti..
t_t
karena penantian membuka pintu-pintu setan, ah...
BalasHapuskarena cinta berani mengambil kesempatan, atau berani mempersilahkan...
[Ania] Yup, smoga setiap kata yang tertulis bisa menjadi pembelajaran.. Smangat Menulis ^^
BalasHapus[Anonim]Yup, Spakat!!!!
salam gan ...
BalasHapusmenghadiahkan Pujian kepada orang di sekitar adalah awal investasi Kebahagiaan Anda...
di tunggu kunjungan balik.nya gan !