Alhamdulillaah... finally ingat password blog ini. Beginilah
jadinya kalau tidak konsisten menulis. Padahal dari dulu bikin blog, niatnya
bisa bikin tulisan yang bisa jadi pembelajaran banyak orang. Lewat apapun
episode hidup dari saya yang sudah pernah saya lalui ataupun hal-hal lain yang terjadi di sekitar saya.
Oke..kali ini saya pingin share tentang Field Epidemiology
Training Program (FETP). Alhamdulillah, kali ini saya berkesempatan untuk
bisa menggali ilmu lebih dalam tentang epidemiologi di S2 Peminatan Epidemiologi Lapangan, Ilmu Kesehatan Masyarakat, UGM sejak 2017 lalu. Semua berawal dari akhir 2016
lalu, saat saya mendapat tawaran untuk tugas belajar dari instansi tempat saya
bekerja, Balai Litbang Kesehatan Magelang yang saat itu masih bernama Balai
Penelitian dan Pengembangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (BP2GAKI).
Pertama kali mendapat tawaran belajar lagi, saya ditawari untuk melanjutkan
studi di Universitas Sebelas Maret (UNS). Hemmm..kenapa UNS? Karena waktu itu
kantor kami sedang memperkuat kerjasama dengan UNS. Dan..disana juga ada
professor yang ahli dalam bidang epidemiologi yang juga pernah menjadi editor dalam buku yang kami tulis (nb : Epidemiologi ini peminatan
yang saya perdalam waktu saya kuliah S1 Kesehatan Masyarakat di Universitas Diponegoro dulu). Alasan lain
kenapa saya diminta melanjutkan kuliah disana adalah biar saya deket dengan
Klaten, tempat suami saya kerja..hihi.. #baik banget si bapak pimpinan instansi saya.
But, setelah saya diskusi dengan suami dan keluarga, sepertinya
Solo bukan menjadi tempat yang ideal buat saya melanjutkan sekolah. Ya karena
anak alasan utamanya. Saya tak mungkin membawa anak-anak kesana. Apalagi
waktu itu saya dalam kondisi hamil besar, jadi tak mungkin rasanya bawa bayi
sendiri disana. Dan, tempat suami saya lebih deketan kalau ke Jogja daripada
harus ke Solo. Jadi pada akhirnya saya belum bisa menerima tawaran belajar di UNS.
Maka UGM menjadi pilihan berikutnya, yang dekat tentunya (dasar
emak-emak....hihi). Maka mulailah proses diskusi pemilihan jurusan. Kalau tugas
belajar begini, saya tidak bisa milih seenaknya, harus sesuai dengan kebutuhan
institusi, tapi alhamdulillaah instansi saya masih mau berdiskusi apakah saya
sanggup belajar sesuai yang disarankan atau tidak.
Sebelum-sebelumnya, saya pernah membaca sekilas tentang
epidemiologi lapangan di UGM (yang pada akhirnya saya baru tahu kalau nama
lainnya adalah Field Epidemiology Training Program (FETP). FETP ini
salah satu peminatan di S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM. Saya lihat sekilas
kurikulum pembelajarannya dan sempat tertarik untuk belajar disana. Saya
tertarik karena akan banyak pembelajaran di "lapangan". Belajar
tentang sistem surveilans, program kesehatan, menginvestigasi KLB, dsb. Namun,
pada saat itu instansi saya masih fokus pada penelitian gizi, utamanya GAKI.
Jadilah saya mengurungkan niat belajar disana. Capek kan kalo nanti udah
belajar 2 tahun tapi ilmunya gak ada gunanya.
Diskusi dengan kepala instansi pada akhirnya saya disarankan untuk
memperdalam epidemiologi klinik. Hemm..dari jaman S1 saya sebenarnya kurang
tertarik dengan ini. Namun, setelah bekerja di lembaga penelitian saya merasa
akan mendapat banyak hal tentang bekal riset epidemiologi klinik disini.
Jadilah saya mendaftar online di Tubel PPSDM Kemenkes dengan memilih peminatan
tersebut, di UGM tentunya. Hari berselang, teman saya mengingatkan untuk
memastikan bahwa peminatan tersebut buka kelas tahun ini. Dan...di hari
terakhir deadline, saya pun menghubungi peminatan tersebut. Hemm..ternyata
peminatan tersebut tidak buka kelas tahun 2017 teman, hiks.... Ya karena selama
ini yang minat tidak banyak. Ya wajar sih, epidemiologi itu identik ke
masyarakat, kalau ke arah klinik memang biasanya jarang yang mau belajar (kayak
saya..hihi).
Lalu gimana dong? hari terakhir daftar di tubel PPSDM Kemenkes
pula. Hemm...Galau lah..Saya baca semua peminatan yang ada di UGM. Kok ya bolak
balik pikiran saya balik ke Epidemiologi Lapangan. / FETP. Saya baca kurikulum
dengan seksama. Kayaknya bisa nyambung sih, karena Litbangkes saat itu sedang
proses restrukturisasi. Batin saya waktu itu, siapa tahu jadi Litbangkes secara
umum. Bisa neliti semua masalah kesehatan, kan ilmunya bisa kepake. Alasan
kedua, kalau masuk Epidemiologi Lapangan saya jadi banyak belajar riset
implementatif, riset yang mendukung program. Ini pas banget karena Litbangkes
waktu itu sedang menuju riset yang CORA (Client Oriented Research Activity).
Berdiskusilah saya dengan bapak pimpinan instansi, dan beliau setuju saya
mengambil pilihan tersebut. Ya mungkin mau gimana lagi ya, sudah deadline
begitu...hihi..
Well, proses daftar pun berhasil. Selama masa penantian diterima
atau tidak itu, setiap ketemu teman kantor yang pernah belajar di IKM UGM dan
tahu saya akan mengambil peminatan itu, saya terkejut melihat reaksi mereka.
Peminatan yang terkenal paling jarang ada di kelas (kalau ini saya tahu, karena
baca kurikulumnya 35% kelas, 65% lapangan), paling lama lulusnya (ini yang
horrooor), dan paling banyak yang stress (sampai ada temen saya ada yg bilang,
katanya anak FETP itu lulusannya kalo gak "gila" ya stress",
hemmm...). Tapi mereka bilang, lulusan FETP itu kualitasnya selama ini
bagus-bagus. Jadi GALAU kan saya denger begituan. Yang bikin GALAU lainnya
adalah lapangan. Selama ini saya tanya ke temen yang S2 di IKM dengan peminatan
lain tapi "mahasiswa lama", dia bilang lapangannya deket2 kok,
sekitaran Jogja, merasa tenang lah saya. Tapi pas nanya yang terbaru, rasanya
pingin pingsan, karena lapangannya bisa sampai luar Jogya. heu..heu... Emak-emak
lagi hamil besar sudah mikirnya kemana-mana. Mencoba terus meyakinkan diri,
kalau pada akhirnya rejeki saya memang belajar disitu ya pasti akan ada
jalannya.
Sampailah di tahap saya dapat pengumuman kalau lolos tugas belajar
oleh PPSDM Kemenkes. Saya yang saat itu masih cuti melahirkan, harus bolak
balik UGM untuk ememnuhi syarat pendaftaran dari TPA/PAPs, TOEFL dan berkas-berkas
administrasi lain di detik-detik terakhir deadline pendaftaran UGM. Hingga
sampailah pada tahap wawancara. Baru tahu juga sih kalau ada wawancara. Saya
pikir ini wawancara tentang apa gitu, ternyata ya wawancaranya lebih nguji
mental kita untuk siap enggak masuk FETP, hihi.. Dari saat wawancara itulah ke”horor”
an saya akan FETP meningkat. Bayangin saja, saya baru tahu kalau lapangan yang
dimaksud adalah kami dimagangkan di dinkes setempat selama kuliah. Dimana tiap
semester nya cuma ada kuliah 1-2 bulan di kelas, sisanya di lapangan.
Ya kalau tempat magang deket, kalau jauh?? Dibilangin juga kalau kuliah-kuliah akan padat sampai sangat sore bahkan akan dimungkinkan kelas malam untuk pembelajaran Kejadian Luar Biasa (KLB). Nah yang paling bikin shock adalah soal tugas lapangan, jadi disitu saya baru tahu kalau tugas lapangan itu akan serasa ngerjain tesis. Dan tahu
berapa jumlah tugas lapangan itu? Cuma empat biji, iya dan si ibu bilang kalau
sama tesis maka kamu akan serasa ngerjain lima tesis dalam waktu kuliah 2 tahun. Kalau S2 lain cukup 1 tesis, kalau kalian harus bersiap dengan 5 tesis.
Hemm..puyeng denger begituan? JELAS.. Mules? JELAS..Pingin pingsan? JELAS PULA.
Rasanya pingin bilang, udah buk, saya gak usah dilolosin aja. Didelete aja nama
saya..hihi.. Tapi rasanya kok “cemen” banget. Terus balik inget-inget lagi.. Hei..kamu
kan udah jadi peneliti, justru itu kesempatan baguss banget buat belajar riset.
Ya, karena tugas-tugas lapangan itu akan mirip riset pada akhirnya.
Itulah pertama kali saya mengenal lebih dekat FETP.. Itu baru sepersekian hal yang bikin FETP itu "horror", masih ada banyak hal lagi yang baru saya tahu saat perkuliahan dimulai.
Aapa aja itu? Lanjut part berikutnya aja ya.
Tapi satu hal yang selalu saya yakini sampai saat ini, bahwa Allah tidak akan memberikan beban kepada hamba-NYA melebihi kadar kemampuan hamba-NYA. Dan jika Allah sudah menakdirkan sesuatu pada hamba-NYA, maka yakin saja, bahwa itu adalah yang terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar