HIV ... virus mematikan itu menjadi sebuah kutukan bagiku. Virus yang sudah bersarang di dalam darahku sejak aku pertama kali menghirup udara dunia itu pun kini menjadi penyebab mereka menjauhiku. Virus yang sudah merenggut nyawa ayahku, kala aku belum mampu mengucapkan kata dengan sempurna, 10 tahun lalu. Virus itu pula, yang merenggut nyawa ibuku, orang terkasihku, enam bulan lalu. Dan kini... virus itu membuat mereka menjauhiku. Kabar adanya HIV dalam diriku semakin menyeruak sesaat setelah kepergian ibuku. Pandangan sinis sudah kerap kuterima setiap kali kulangkahkan kaki. Dan kini... tempat dimana aku menopangkan masa depan cerahku pun turut menyingkirkanku.
Aku tak mengerti, apa salahku? Apa karena virus itu mereka menganggapku kotor? Lalu apa yang kotor, jika sejak aku terlahir ke dunia, sudah ada virus itu mengalir di darahku. Apa mereka takut aku menjadi pembawa virus itu masuk ke tubuh anak-anak lainnya? Aahh ... mereka yang terdidik itu tentu tahu, bahwa tak semudah itu virus ini menular.
Kini ... aku tak mengerti, masa depan apa lagi yang akan kutuju. Tidak ada kah keadilan bagiku? Bukankah aku juga punya kesempatan yang sama dengan mereka yang lahir dalam keadaan sehat? Bukankah mereka seharusnya menjadi orang-orang yang mampu menyemangatiku untuk tetap bersemangat menjalani hidup? Entah... Hanya dengan air mata kini aku mampu bersahabat. Air mata yang kini turut hanyut bersamaan dengan derasnya hujan yang diturunkan-Nya untuk menyejukkan jiwaku.
Note : Terinspirasi dari masih maraknya stigma dan diskriminasi pada anak-anak dengan HIV-AIDS. Dijauhi lingkungan hingga dikeluarkan dari sekolah karena penolakan orang tua murid pun masih jamak terjadi.
Magelang, 3 Januari 2020
Aku tak mengerti, apa salahku? Apa karena virus itu mereka menganggapku kotor? Lalu apa yang kotor, jika sejak aku terlahir ke dunia, sudah ada virus itu mengalir di darahku. Apa mereka takut aku menjadi pembawa virus itu masuk ke tubuh anak-anak lainnya? Aahh ... mereka yang terdidik itu tentu tahu, bahwa tak semudah itu virus ini menular.
Kini ... aku tak mengerti, masa depan apa lagi yang akan kutuju. Tidak ada kah keadilan bagiku? Bukankah aku juga punya kesempatan yang sama dengan mereka yang lahir dalam keadaan sehat? Bukankah mereka seharusnya menjadi orang-orang yang mampu menyemangatiku untuk tetap bersemangat menjalani hidup? Entah... Hanya dengan air mata kini aku mampu bersahabat. Air mata yang kini turut hanyut bersamaan dengan derasnya hujan yang diturunkan-Nya untuk menyejukkan jiwaku.
Note : Terinspirasi dari masih maraknya stigma dan diskriminasi pada anak-anak dengan HIV-AIDS. Dijauhi lingkungan hingga dikeluarkan dari sekolah karena penolakan orang tua murid pun masih jamak terjadi.
Magelang, 3 Januari 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar